Rabu, 18 Juni 2008

MASYARAKAT MULAI MANDIRI

MEREKA YANG MULAI MANDIRI


Pada satu hari di Banjar Agung, bersama fasilitator kecamatan dengan berboncengan motor bebek kami berencana menyusuri pembangunan jalan desa yang didanai PPK. Untuk menuju lokasi kegiatan kami melewati jalan yang dikiri kanannya dipenuhi oleh pohon-pohon karet masyarakat membuat suasana terik siang itu menjadi sejuk. Pohon-pohon karet berjejer tinggi dan lurus, menimbulkan suasana sensasi alam tersendiri.

Menurut pengakuan TPK, pak Teguh yang mendampingi perjalanan, “alangkah hebatnya kalau pembangunan dilakukan dengan cara PPK. Harusnya para pemimpin bisa melihat hasil yang dikerjakan masyarakat ini”. Katanya dengan mimik serius.

Kalau dibandingkan dengan pekerjaan dari APBD untuk jalan sepanjang 2 km x 3m x 0,15m dengan biaya Rp. 500.000.000 atau kalau dirata-rata dapat dihitung biaya pembangunan sebesar Rp. 250.000/m’. Di lokasi yang berdekatan sedang dibangun Jalan PPK siklus 9 dengan panjang 1.5 km x 3 m x 0,15 m dibangun Rp. 215.000.000 atau equivalent bila dikerjakan oleh pemborong daerah dengan dana APBD + Rp. 375.000.000. Terjadi efisiensi pekerjaan PPK untuk proyek sejenis sebesar Rp. 160.000.000 (42,7%).

Perkerasan jalan desa Dwi Warga Tunggal Jaya yang menghubungkan dua desa dan merupakan jalan utama masyarakat Dwi Warga Tunggal Jaya dan Moris Jaya ( RK 5 ) Untuk mengeluarkan hasil bumi mereka. Jalan berukuran 1,5 km x 3 m x 0,15 m dengan total biaya Rp. 215.484.500


PPK hanya perlu dana 57% dari anggaran APBD/ Pemerintah untuk membangun pekerjaan sejenis. Suatu angka yang cukup menjanjikan kalau tidak dikatakan fantastis. Faktor utama bukan karena pekerja nya gratisan. Menurut Yono kader teknis desa, “proyek PPK sangat kuat dibidang control keuangan, control kualitas pekerjaan. Maka kebocoran-kebococran yang lumrah terjadi diproyek-proyek sarana prasarana baik APBD maupun APBN sangat sulit terjadi di PPK.” Kecuali mau dipenjara, begitu lanjutnya.

Kunjungan pada desa lain yaitu Moris Jaya kecamatan Banjar Agung juga membuktikan dimana Jembatan Rangka Baja ( H Beam ) lantai Beton sepanjang 4 x 7 m x 0.25 dan satu jembatan lantai beton 4 x 6 m dibangun tahun 2003 dengan biaya sebesar Rp. 74.101.900,- proyek sejenis dengan ukuran sama dari proyek APBD sebesar Rp. 120.000.000 untuk satu unit jembatan. Artinya satu unit jembatan di PPK dengan kualitas yang sama (kadang lebih baik) hanya membutuhkan dana 25% dari dana yang diperlukan bila dikerjakan oleh pihak yang ditunjuk pemerintah daerah. Sekali lagi Fantastis…!



Sumur Bor PPK

Perjalanan kami tak berhenti disitu, monitoring hasil yang sudah dibangun PPK sampailah kami di lokasi sumur bor warga hasil PPK. Masih terawatt dan sangat bermanfaat.
Berikut kisah yang kami catat…Bermula dari sulitnya Sumber Air bersih di musim kemarau, maka masyarakat desa Dwi Warga Tunggal Jaya Kec. Banjar Agung sebanyak 8 RK mengajukan Sumur Bor. Maka pada PPK Siklus 6 th 2005 mereka mengajukan usulan Sumur Bor.

Lahan untuk sumur Bor dan Menara air yang harus disiapkan oleh warga diperoleh dari hibah tanah mereka, rata – rata dengan ukuran 4 x 6 meter. Harga tanah perumahan sudah mecapai Rp 100.000/m2, karena berdekatan dekat pasar kecamatan. Dengan kedalaman sumur 60 meter, menggunakan mesin Pompa Sesuai Specifikasi Grundfos JDF 5 dengan 2 tanki di menara Air maka kucuran Air bersih mulai mengalir untuk + 60 KK di setiap RK.

Maka selama kemarau 2006 yang terjadi sampai bulan Desember 2006 lalu, puluhan Jerigen Air berjejer antri menunggu diisi petugas pompa setiap hari dari pagi sampai sore hari menjelang magrib.

Kata mereka, “Air PPK lancar, bersih dan pungutan jerigen Rp. 250 untuk kas Tim Pemelihara. Dibandingkan harga air yang di jual tanki Air/PAM sebesar Rp. 1000/jerigen”.

Alhasil, pada januari 2007 ini pengelola air bersih khususnya di RK 6 sudah memiliki kas sebesar Rp. 13.000.000. Nilai yang sama dengan biaya pembangunan Sumur Bor tersebut sebesar + Rp. 13.000.000 pada tahun 2005. Total Pembuatan sumur bor sebanyak 8 unit adalah sebesar Rp. 110.976.100.

“ Semua bangunan sumur bor terawat dan bermanfaat, apalagi dibandingkan sumur yang dibangun pihak ketiga yang sudah rusak sebelum di pakai,” ujar pak Teguh TPK DWT Jaya.

“ Dana PPK gak ada yang bocor Pak, malah melampaui target karena banyak yang di tambah volume oleh warga.” Lanjutnya.
Sekali lagi…mereka sudah mulai mandiri…!!!


Masyarakat Desa Dwi Warga Tunggal Jaya RK 6 sabar untuk antri dalam mendapatkan air bersih, Mereka sangat senang dengan adanya Sumur Bor di desanya karena mudah dan murah untuk mendapatkan air. Kas mereka sampai dengan akhir desember ini sudah mencapai Rp. 13.000.000.
PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Pernyataan Plt. Gubernur Lampung Syamsurya Ryacudu untuk memprioritaskan 3 hal penting dalam sisa jabatannya yaitu Penanggulangan Kemiskinan, Kesehatan dan Pendidikan sangat relevan dengan kondisi kekinian yang dihadapi. Indonesia dan juga provinsi Lampung memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Menilik angka Rumah Tangga Miskin 11 kabupaten kota seprovinsi Lampung yang dirilis akhir 2007 mencapai 835.000 RTM. Maka sudah seharusnya upaya untuk menanggulanginya menggunakan pendekatan multi disiplin yang berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang tepat harus memadukan aspek-aspek penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pendayagunaan.
Pengertian kemiskinan yang lebih luas disampaikan oleh John Friedman (Ala, 1996:4) yang menyatakan bahwa kemiskinan sebagai ketidaksamaan untuk mengakumulasikan basis kekuasaaan sosial, yaitu kemampuan untuk menguasai peluang strategis yang bisa mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.
Akan tetapi, permasalahan kemiskinan dan pengangguran sebagai dampak pembangunan merupakan masalah bersama seluruh elemen anak bangsa yang harus segera ditangani. Oleh karenanya, upaya untuk tidak lagi mengandalkan sumber daya alam semata, tetapi melalui peningkatan peran manusia dalam pembangunan menduduki fungsi vital strategis. Apalagi di era otonomi daerah saat ini sebagian langkah tersebut berada di tangan pemerintah daerah. Peran daerah akan semakin dominan dan strategis dalam proses pembangunan nasional.
Menyambut pilgub Lampung beberapa bulan kedepan, maka penanggulangan kemiskinan dan pengangguran yang selayaknya menjadi agenda prioritas bagi semua pemimpin daerah yang akan terpilih meliputi paling tidak 3 hal penting: 1). Penanggulangan Kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan bagi kelompok miskin/ rumah tangga miskin dengan pendekatan Bottom Up Planing yang mengedepankan pemberdayaan, 2) Melakukan penguatan terhadap kelembagaan masyarakat di perdesaan , 3) Penguatan terhadap pemerintahan lokal dan 4) Mengintegrasikan program APBD yang sektoral dan berorientasi proyek semata menjadi kebijakan utuh dalam satu strategi terpadu.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Conyers (1991) mengajukan tiga komponen pendekatan pemberdayaan masyarakat yaitu: a) adanya penekanan yang diarahkan pada fungsi kemandirian, termasuk sumber-sumber dan tenaga setempat serta kemampuan manajemen lokal; b) penekanan pada penyatuan masyarakat sebagai suatu kesatuan; terlihat dari adanya pembentukan organisasi-organsasi lokal termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang bertanggungjawab atas masalah administrasi atau suatu bentuk lembaga masyarakat dan; c) keyakinan umum mengenai situasi dan arah perubahan sosial serta masalah-masalah yang ditimbulkannya. Aspek khusus dalam perubahan sosial yang menjadi pemikiran pokok berbagai program pembangunan masyarakat, yaitu adanya ketimpangan baik di dalam maupun di antara komunitas-komunitas tersebut.
Pendekatan pertama adalah menolong diri sendiri, di mana masyarakat di kawasan perdesaan menjadi partisipan yang berarti dalam proses pembangunan dan melakukan kontrol dalam kegiatan pengembangan. Pendamping menjadi fasilitator. Sedangkan komunitas (masyarakat desa) memegang tanggungjawab utama dalam : a) memutuskan apa yang menjadi kebutuhannya; b) bagaimana memenuhi kebutuhan itu dan; c) mengerjakannya sendiri.
Masyarakat harus dilihat sebagai Subjek dari proses secara keseluruhan. Sehingga proses dari pelaksanaan kegiatan pelayanan dalam pengembangan masyarakat selalu meletakkan community development dan community organizers sebagai landasan. Dalam kerangka inilah pemberdayaan yang berbasis masyarakat mampu mendorong dari metode "doing for the community", menjadi "doing with the community".

PENGALAMAN PNPM MANDIRI PERDESAAN
Sebagaiman diketahui bahwa secara nasional pemerintah sudah mencanangkan 8 pprioritas Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008, diantaranya adalah Peningkatan efektifitas Penanggulangan Kemiskinan. Salah satu upaya untuk Peningkatan efektifitas Penanggulangan kemiskinan adalah dengan mengembangkan dan meningkatkan Pelaksanaan PNPM Mandiri pada tahun 2008. Peningkatan PNPM Mandiri tahun 2008 dilakukan dengan memperluas jangkauan dan sasaran serta penyempurnaan pada teknis pelaksanaanya.
Pada tahun 2008 khusus untuk provinsi Lampung PNPM Mandiri Perdesaan melibatkan partisipasi sebanyak 9 kebupaten pada 68 kecamatan,meliputi 1028 desa dengan total alokasi bantuan langsung masyarakat sebesar Rp 117.750.000.000,- yang akan dikelola secara mandiri oleh masyarakat sendiri.
Data berikut menarik untuk disimak, dimana pinjaman ekonomi bergulir yang diluncurkan oleh PNPM Mandiri Perdesaan kepada kelompok perempuan (simpan pinjam kelompok perempuan) pada awal Januari 2008 mengelola dana sebesar Rp 20.944.931.858, dengan tingkat pengembalian rata-rata 90%. Meliputi 1.775 kelompok terdiri dari 17.484 orang. Ini sebuah prestasi luar biasa masyarakat desa ditengah banyaknya konglomerat berdasi pengemplang hutang BLBI yang kabur membawa lari uang rakyat.
Pengalaman lain juga menunjukkan betapa penting dan perlunya kelembagaan masyarakat, pemerintah lokal dan modal sosial masyarakat dibangun. Februari 2008 warga Kampung Banjarsari, kecamatan Baradatu menyelesaikan Kegiatan pembangunan Jembatan Gantung sepanjang 60 meter x1,25 meter dari stimulan dana PNPM PPK TA 2007 sebesar Rp70 juta. Pertemuan dengan kader Supriyono cukup menjelaskan proses tumbuhnya kemandirian warga Kampung Banjarsari dihuni lk.227 kk yang mayoritas adalah keturunan Jawa (80%), Ogan dan Lampung. Way Besai yang membelah desa Banjarsari selebar 60 meter tersebut menjadi bukti kemandirian mereka mewujudkan jembatan impian selama bertahun-tahun.

PESAN PILKADA
Melihat proses dan hasil pilgub di Jawa Barat dan Sumatera Utara baru-baru ini, sangat kuat pesannya bahwa masyarakat pemilih begitu selektif memilih kandidat yang akan memperjuangkan kebutuhan mereka. Bahkan isu kampanye yang terlalu global, elitis, mercusuar dianggap kurang membumi dan mewakili sebagian besar konstituen di perdesaan. Salah satu agenda yang mendesak dalam konteks ini adalah tetap konsisten melakukan penanggulangan kemiskinan di provinsi Lampung melalui strategi : 1).Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat dalam mengambil keputusan, 2).Meningkatkan sinergisitas antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan, 3).Memberikan bantuan kepada masyarakat berupa dana bantuan langsung masyarakat (BLM / block grant) dan bantuan pendampingan berupa technical assistance.Maka Pro Poor Budgeting seharusnya dikemas dalam kebijakan anggaran daerah yang mengalokasikan anggaran secara block grant/ bantuan langsung masyarakat. Selanjutnya menyiapkan perangkat perundangan/ perda tentang pembangunan partisipatif untuk menjangkau kelompok miskin dan perdesaan. Sehingga kue pembangunan langsung diterima oleh masyarakat.